Selasa, 02 Agustus 2011

Permainan Bola Basket

Bola Basket

PERMAINAN BOLA BASKET

redwhiteblue_ani
SEJARAH
Basket dianggap sebagai olahraga unik karena diciptakan secara tidak sengaja oleh seorang pastor. Pada tahun 1891, Dr. James Naismith, seorang pastor asal Kanada yang mengajar di sebuah fakultas untuk para mahasiswa profesional di YMCA (sebuah wadah pemuda umat Kristen) di Springfield, Massachusetts, harus membuat suatu permainan di ruang tertutup untuk mengisi waktu para siswa pada masa liburan musim dingin di New England.Terinspirasi dari permainan yang pernah ia mainkan saat kecil di Ontario,Naismith menciptakan permainan yang sekarang dikenal sebagai bola basket pada 15 Desember 1891.
james-naismith
Menurut cerita, setelah menolak beberapa gagasan karena dianggap terlalu keras dan kurang cocok untuk dimainkan di gelanggang-gelanggang tertutup, dia lalu menulis beberapa peraturan dasar, menempelkan sebuah keranjang di dinding ruang gelanggang olahraga, dan meminta para siswanya untuk mulai memainkan permainan ciptaannya itu.
Pertandingan resmi bola basket yang pertama, diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 1892 di tempat kerja Dr. James Naismith. “Basket ball” (sebutan bagi olahraga ini dalam bahasa Inggris), adalah sebutan yang digagas oleh salah seorang muridnya. Olahraga ini pun menjadi segera terkenal di seantero Amerika Serikat. Penggemar fanatiknya ditempatkan di seluruh cabang YMCA di Amerika Serikat. Pertandingan demi pertandingan pun segera dilaksanakan di kota-kota di seluruh negara bagian Amerika Serikat.
Pada awalnya,setiap tim berjumlah sembilan orang dan tidak ada dribble,sehingga bola hanya dapat berpindah melalui pass (lemparan). Sejarah peraturan permainan basket diawali dari 13 aturan dasar yang ditulis sendiri oleh James Naismith. Aturan dasar tersebut adalah sebagai berikut.
1. Bola dapat dilemparkan ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan.
2. Bola dapat dipukul ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan, tetapi tidak boleh dipukul menggunakan kepalan tangan (meninju).
3. Pemain tidak diperbolehkan berlari sambil memegang bola. Pemain harus melemparkan bola tersebut dari titik tempat menerima bola, tetapi diperbolehkan apabila pemain tersebut berlari pada kecepatan biasa.
4. Bola harus dipegang di dalam atau diantara telapak tangan. Lengan atau anggota tubuh lainnya tidak diperbolehkan memegang bola.
5. Pemain tidak diperbolehkan menyeruduk, menahan, mendorong, memukul, atau menjegal pemain lawan dengan cara bagaimanapun. Pelanggaran pertama terhadap peraturan ini akan dihitung sebagai kesalahan, pelanggaran kedua akan diberi sanksi berupa pendiskualifikasian pemain pelanggar hingga keranjang timnya dimasuki oleh bola lawan, dan apabila pelanggaran tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencederai lawan, maka pemain pelanggar akan dikenai hukuman tidak boleh ikut bermain sepanjang pertandingan. Pada masa ini, pergantian pemain tidak diperbolehkan.
6. Sebuah kesalahan dibuat pemain apabila memukul bola dengan kepalan tangan (meninju), melakukan pelanggaran terhadap aturan 3 dan 4, serta melanggar hal-hal yang disebutkan pada aturan 5.
7. Apabila salah satu pihak melakukan tiga kesalahan berturut-turut, maka kesalahan itu akan dihitung sebagai gol untuk lawannya (berturut-turut berarti tanpa adanya pelanggaran balik oleh lawan).
8. Gol terjadi apabila bola yang dilemparkan atau dipukul dari lapangan masuk ke dalam keranjang, dalam hal ini pemain yang menjaga keranjang tidak menyentuh atau mengganggu gol tersebut. Apabila bola terhenti di pinggir keranjang atau pemain lawan menggerakkan keranjang, maka hal tersebut tidak akan dihitung sebagai sebuah gol.
9. Apabila bola keluar lapangan pertandingan, bola akan dilemparkan kembali ke dalam dan dimainkan oleh pemain pertama yang menyentuhnya. Apabila terjadi perbedaan pendapat tentang kepemilikan bola, maka wasitlah yang akan melemparkannya ke dalam lapangan. Pelempar bola diberi waktu 5 detik untuk melemparkan bola dalam genggamannya. Apabila ia memegang lebih lama dari waktu tersebut, maka kepemilikan bola akan berpindah. Apabila salah satu pihak melakukan hal yang dapat menunda pertandingan, maka wasit dapat memberi mereka sebuah peringatan pelanggaran.
10. Wasit berhak untuk memperhatikan permainan para pemain dan mencatat jumlah pelanggaran dan memberi tahu wasit pembantu apabila terjadi pelanggaran berturut-turut. Wasit memiliki hak penuh untuk mendiskualifikasi pemain yang melakukan pelanggaran sesuai dengan yang tercantum dalam aturan 5.
11. Wasit pembantu memperhatikan bola dan mengambil keputusan apabila bola dianggap telah keluar lapangan, pergantian kepemilikan bola, serta menghitung waktu. Wasit pembantu berhak menentukan sah tidaknya suatu gol dan menghitung jumlah gol yang terjadi.
12. Waktu pertandingan adalah 4 quarter masing-masing 10 menit
13. Pihak yang berhasil memasukkan gol terbanyak akan dinyatakan sebagai pemenang.

Pada Agustus 1936, saat menghadiri Olimpiade Berlin 1936, ia dinamakan sebagai Presiden Kehormatan Federasi Bola Basket Internasional. Terlahir sebagai warga Kanada, ia menjadi warga negara Amerika Serikat pada 4 Mei 1925.
Naismith meninggal dunia 28 November 1939, kurang dari enam bulan setelah menikah untuk kedua kalinya.
PERBASI
Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia disingkat ‘Perbasi’ merupakan organisasi pengatur olahraga bola basket di Indonesia.
Sejarah Perbasi dimulai pada tahun 1951, di mana Tony Wen dan Wim Latumeten diminta oleh Maladi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Komite Olimpiade Indonesia (KOI) untuk menyusun organisasi olahraga bola basket Indonesia. Atas prakarsa kedua tokoh ini, pada tanggal 23 Oktober 1951 dibentuklah organisasi bola basket Indonesia dengan nama Persatuan Basketball Seluruh Indonesia disingkat Perbasi. Tony Wen menduduki jabatan ketua serta Wim Latumeten sebagai sekretaris. Tahun 1955 namanya diubah dan disesuaikan dengan perbendaharaan bahasa Indonesia, menjadi Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia dan tetap disingkat Perbasi.
Perbasi menganut sistem vertikal berjenjang, yang dimulai dari tingkat perkumpulan, pengurus cabang (pengcab) Perbasi, pengurus daerah (pengda) Perbasi, sampai kepada pengurus besar (PB) Perbasi. Dalam perjalanannya PB Perbasi telah beberapa kali berganti kepengurusan. Pengusaha muda Noviantika Nasution saat ini menjabat sebagai Ketua PB Perbasi setelah sebelumnya jabatan ketua dipegang oleh Gubernur DKI, Sutiyoso. Sedangkan Setia Dharma Madjid menjabat sebagai Sekjen.
PERKEMBANGAN BASKET DI INDONESIA
Di tengah-tengah gejolak revolusi bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan yang telah direbut itu, permainan Bola Basket mulai dikenal oleh sebagian kecil rakyat Indonesia, khususnya yang berada di kota perjuangan dan pusat pemerintahan Rakyat Indonesia, Yogyakarta serta kota terdekat Solo. Nampaknya, ancaman pedang dan dentuman meriam penjajah tidak menjadi penghalang bagi bangsa Indonesia untuk melakukan kegiatan olahraga, termasuk permainan Bola Basket. Bahkan dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan olahraga tersebut semangat juang bangsa Indonesia untuk mempertahankan tanah airnya dari ancaman para penjajah yang menginginkan kembali berkuasa semakin membaja. Terbukti pada bulan September 1948, di kota Solo diselenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON) Pertama yang mempertandingkan beberapa cabang olahraga, diantaranya Bola Basket. Dalam kegiatan tersebut ikut serta beberapa regu, antara lain : PORO Solo, PORI Yogyakarta dan Akademi Olahraga Sarangan.
Pada tahun 1951, Maladi dalam kedudukannya selaku Sekretaris Komite Olympiade Indonesia (KOI) meminta kepada Tony Wen dan Wim Latumenten untuk menyusun organisasi olahraga Bola Basket Indonesia. Selanjutnya karena pada tahun ini juga di Jakarta akan diselenggarakan PON ke-II, maka kepada kedua tokoh tadi Maladi meminta pula untk menjadi penyelenggara pertandingan Bola Basket.

Atas prakarsa kedua tokoh ini, pada tanggal 23 Oktober 1951 dibentuklah organisasi Bola Basket Indonesia dengan nama Persatuan Basketball Seluruh Indonesia disingkat PERBASI. Tahun 1955 namanya diubah dan disesuaikan dengan perbendaharaan bahasa Indonesia, menjadi Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia yang singkatannya tetap sama yaitu PERBASI.
Dalam susunan Pengurus PERBASI yang pertama, Tony Wen menduduki jabatan Ketua serta Wim Latumeten, Sekretaris. Segera setelah terbentuknya PERBASI, organisasi ini menggabungkan diri dan menjadi anggota KOI serta FIBA. Namun demikian, dengan terbentuknya PERBASI, tidak berarti bahwa perjuangan bangsa Indonesia untuk membina dan mengembangkan permainan Bola Basket di tanah air menjadi ringan. Tantangan yang paling menonjol datang dari masyarakat Cina din Indonesia yang mendirikan Bon Bola Basket sendiri, dan tidak mau bergabung dengan PERBASI.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pada tahun 1955 PERBASI menyelenggarakan Konferensi Bola Basket di Bandung yang dihadiri oleh utusan dari Yogyakarta, Semarang, Jakarta dan Bandung.

Keputusan yang paling terpenting dalam Konferensi tersebut ialah PERBASI merupakan satu-satunya organisasi induk olahraga Bola Basket di Indonesia, sehingga tidak ada lagi sebutan Bon Bola Basket Cina dan lain sebagainya. Pada kesempatan itu juga dibicarakan persiapan menghadapi penyelenggaraan kongres yang pertama.
Kongres-kongres PERBASI yang telah diselenggarakan sejak berdirinya tahun 1951 sampai akhir tahun 1983 sebagai berikut :
Kongres ke – I : Tahun 1957 di Semarang
Kongres ke – II : Tahun 1959 di Malang
Kongres ke – III : Yang sedianya akan dilangsungkan tahun 1961 di Manado, dibatalkan.
Kongres ke – IV : Tahun 1967 di Jakarta
Kongres ke – V : Tahun 1969 di Surabaya
Kongres ke – VI : Tahun 1974 di Surabaya
Kongres ke – VII : Tahun 1977 di Jakarta (bersamaan dengan PON IX).
Kongres ke – VIII : Tahun 1981 di Jakarta (bersamaan dengan PON X).


Sejak didirikan tahun 1951, PERBASI telah banyak melakukan kegiatan yang sifatnya nasional, regional dan internaisonal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam melaksanakan pembinaan organisasi, PERBASI menganut sistem vertikal berjenjang, yang dimulai dari tingkat perkumpulan, PERBASI Cabang, Pengurus Daerah PERBASI, sampai kepada Pengurus Besar PERBASI.

Di bidang pembinaan, PERBASI mengenal berbagai cara. Selain pertandingan-pertandingan dilakukan melalui jenjang organisasi vertikal, juga dikenal adanya Kejuaraan Nasional Bola Basket Antar Perkumpulan. Disamping itu, sebagai realisasi daripada keputusan Kongres PERBASI ke VIII Tahun 1981, maka mulai tahun 1982 dilaksanakan Kompetisi Bola Basket Utama yang diikuti perkumpulan terkemuka di Pulau Jawa. Berbeda dengan kegiatan-kegiatan lain, Kompetisi ini dianggap sebagai awal pembaharuan dalam pembinaan Bola Basket Indonesia, karena dalam pelaksanaannya mengambil jalan pintas, tanpa mengikuti jalur vertikal. Hal ini langsung ditujukan pada peningkatan prestasi melalui cara yang dinilai paling cepat yakni dengan pembinaan latihan serta pertandingan yang teratur dan terus menerus sepanjang waktu.
Mengenal Permainan Bola Basket

Permainan Bola Basket dimainkan oleh dua regu yang berlawanan. Tiap-tiap regu yang melakukan permainan di lapangan terdiri dari 5 orang, sedangkan pemain pengganti sebanyak-banyaknya 7 orang, sehingga tiap regu paling banyak terdiri dari 12 orang pemain.

Permainan Bola Basket dimainkan di atas lapangan keras yang sengaja diadakan untuk itu, baik di lapangan terbuka maupun di ruangan tertutup. Pada hakekatnya, tiap-tiap regu mempunyai kesempatan untuk menyerang dan memasukkan bola sebanyak-banyaknya keranjang sendiri untuk sedapat mungkin tidak kemasukan.
Secara garis besar permainan Bola Basket dilakukan dengan mempergunakan tiga unsur teknik yang menjadi pokok permainan, yakni : mengoper dan menangkap bola (pasing and catching), menggiring bola (dribbling), serta menembak (shooting).
Ketiga unsur teknik tadi berkembang menjadi berpuluh-puluh teknik lanjutan yang memungkinkan permainan Bola Basket hidup dan bervariasi. Misalnya, dalam teknik mengoper dan menangkap bola terdapat beberapa cara seperti : tolakan dada (chest pass), tolakan di atas kepala (overhead pass), tolakan pantulan (bounce pass), dan lain sebagainya. Dalam rangkaian teknik ini, dikenal pula sebutan pivot yakni pada saat memegang bola, salah satu kaki bergerak dan satu kaki lainnya tetap di lantai seabgai tumpuan.

Teknik menggiring bola berkaitan erat dengan traveling, yakni gerakan kaki yang dianggap salah karena melebihi langkah yang ditentukan. Juga double dribble suatu gerakan tangan yang dilarang karena menggiring bola dengan kedua tangan atau menggiring bola untuk kedua kalinya setelah bola dikuasai dengan kedua tangan.

Teknik menembak berkaitan erat dengan gerak tipu, lompat, blok dan lain sebagainya. Begitu banyak teknik permainan yang harus dikuasai oleh seorang pemain Bola Basket, sehingga sulit untuk diperinci satu-persatu dalam tulisan ini. Namun demikian, dengan menguasai ketiga unsur teknik pokok tadi serta beberapa lanjutannya, seseorang sudah dapat melakukan permainan Bola Basket, walaupun tidak sempurna.

Ketentuan bermain dan bertanding.

Seperti telah diuraikan di atas permainan Bola Basket dimainkan oleh dua regu, masing-masing terdiri dari 5 orang pemain. Wasit yang memimpin terdiri dari 2 orang yagn senantiasa berganti posisi. Waktu bermain yang resmi 2 x 20 menit bersih, tidak termasuk masa istirahat 10 menit, time out, dua kali bagi masing-masing regu tiap babak selama 1 menit, saat pergantian pemain dan atau peluit dibunyikan wasit karena bola ke luar lapangan atau terjadi pelanggaran/kesalahan seperti foul dan travelling. Apabila dalam pertandingan resmi (yang dimaksud disini bukan pertandingan persahabatan) terjadi pengumpulan angka sama, waktu diperpanjang sekian babak (tiap 5 menit) sampai terjadi perbedaan angka.
Khusus untuk permainan Mini Basket yang diperuntukkan anak-anak di bawah umur 13 tahun, diberlakukan peraturan tersendiri yang agak beda, antara lain : bola yang dipergunakan lebih kecil dan lebih ringan, pemasangan keranjang yang lebih rendah, waktu pertandingan 4 x 10 menit dengan 3 kali istirahat dan lainnya lagi seperti dalam hal penggantian pemain.
Peraturan permainan yang dipergunakan sangat tergantung daripada peraturan PERBAIS/FIBA mana yang berlaku. Misalnya pada tahun 1984, peraturan permainan yang berlaku adalah Peraturan Permainan PERBASI/FIBA tahun 1980 – 1984.
Alat-Alat Perlengkapan dan Lapangan

Berdasarkan Peraturan Permainan PERBASI/FIBA tahun 1980 – 1984, alat-alat perlengkapan dan lapangan terdiri dari :

1. Bola Basket
bola-basket
Terbuat dari karet yang menggelembung dan dilapisi sejenis kulit, karet atau sintesis. Keliling bola tidak kurang dari 75 cm dan tidak lebih dari 78 cm, serta beratnya tidak kurang dari 600 gram dan tidak lebih dari 650 gram. Bola tersebut dipompa sedemikan rupa sehingga jika dipantulkan ke lantai dari ketinggian 180 cm akan melambung tidak kurang dari 120 cm tidak lebih dari 140 cm.

2. Perlengkapan Teknik
2.1. Untuk pencatatan waktu diperlukan sedikitnya 2 buah stopwatch, satu untuk pencatat waktu dan satu lagi untuk time out.
2.2. Alat untuk mengukur waktu 30 detik
2.3. Kertas score (Scoring Book) untuk mencatat/merekam pertandingan.
2.4. Isyarat – scoring board, tanda kesalahan perorangan yakni angka 1 sampai dengan 5, serta bendera merah dua buah untuk kesalahan regu.

3. Lapangan
3.1. Lapangan Permainan
Berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 26 m dan lebar 14 m yang diukur dari pinggir garis batas. Variasi ukuran diperolehkan dengna menambah atau mengurangi ukuran panjang 2 m serta menambah atau mengurangi ukuran lebar 1 m. Di lapangan ini terdapat beberapa ukuran seperti : lingakaran tengah, dan lain sebagainya yang secara jelas dan terperinci akan diuraikan dalam gambar di bawah nanti.

3.2. Papan Pantul
Papan pantul dibuat dari kayu keras setebal 3 cm atau dari bahan transparant yang cocok. Papan pantul berukuran panjang 180 cm dan lebar 120 cm.. Tinggi papan, 275 cm dari permukaan lantai sampai ke bagian bawah papan, dan terletak tegak lurus 120 cm jaraknya dari titik tengah garis akhir lapangan.

3.3. Keranjang
ring-basket
Keranjang terdiri dari Ring dan Jala. Ring tersebut dari besi yang keras dengan garis tengah 45 cm berwarna jingga. Tinggi ring 305 cm dari permukaan lantai dan dipasang dipermukaan papan pantaul dengan jarak 15 cm. Sedangkan jala terdiri dari tambah putih digantung pada ring. Panjang jala 40 cm.
TEKNIK DASAR PERMAINAN BOLA BASKET
1. Dribbling (Menggiring bola)
dribbling
Dribbling atau memantul-mantulkan bola (membawa bola) dapat dilakukan dengan sikapberhenti, berjalan atau berlari. Pelaksanaannya dapat dikerjakan dengan tangan kanan atau tangan kiri,  seperti :
1. Dribble rendah
2. Dribble tinggi
3. Dribble lambat
4. Dribble cepat
2. Passing (Mengoper bola)
Macam-macam passing/operan dengan dua tangan :
1. The two hand chest pass : operan setinggi dada/ tolakan dada
2. The over head pass : operan atas kepala
3. The bounce pass : operan pantulan
4. The under hand passa : operan ayunan bawah
Macam-macam operan dengan satu tangan :
1. The side arm pass/the base ball pass : operan samping
2. The lop pass : operan lambung
3. The back pass : operan gaetan
4. The jump hand pass : operan lompat
Lemparan tolakan dada dengan dua tangan
Lemparan atau operan ini merupakan lemparan yang sangat banyak dilakukan dalam permainan. Lemparan ini sangat bermanfaat untuk operan jarak pendek dengan perhitungan demi kecepatan dan kecermatan dan kawan penerima bola tidak dijaga dengan dekat. Jarak lemparan ini antara 5 sampai 7 meter.

Lemparan samping
Lemparan samping berguna untuk operan jarak sedang dan jarak kira-kira antara 8 sampai 20 meter, bisa dilakukan untuk serangan kilat.
Lemparan di atas kepala dengan dua tangan
Operan ini biasanya digunakan oleh pemain-pemain jangkung, untuk menggerakkan bola di atas sehingga melampui daya raih lawan. Operan ini juga sangat berguna untuk operan cepat, bila pengoper itu sebelumnya menerima bola di atas kepala.
Lemparan bawah dengan dua dua tangan
Lemparan atau operan ini sangat baik dilakukan untuk operan jarak dekat terutama sekali bila lawan melakukan penjagaan satu lawan satu.
Lemparan kaitan
Operan kaitan sebaiknya diajarkan setelah lemparan-lemparan yang lain dikuasai. Operan ini digunakan untuk dapat melindungi bola dan mengatasi jangkauan lawan terutama sekali bagi lemparan yang lebih pendek dari panjangnya. Ciri lemparan ini : bola dilemparkan di samping kanan/kiri, terletak di atas telinga kiri/kanan dan penerima ada di kiri kanan pelempar. Di samping operan-operan tersebut di atas, masih ada lagi macam-macam operan yang pada hakekatnya adalah merupakan kombinasi dari operan tersebut di atas.
3. Shooting (Menembak bola ke ring)
shoot1
Cara memasukkan bola atau menembak (shooting)
Bila dilihat dari posisi badannya terhadap papan maka dapat dibedakan :
1. Menghadap papan (facing shoot)
2. Membelakngi papan (back up shoot)
Sedang cara pelaksanaannya dapat dilakukan dengan sikap berhenti, memutar, melompat dan berlari.
3. Menghadap papan dengan sikap berhenti :
a. tembakan dua tangan dari dada (two handed set shoot)
b. tembakan dua tangan dari atas kepala (two handed over head set shoot)
c. tembakan satu tangan (one hand set shoot)
d. tembakan satu tangan dari atas kepala (one hand over head shoot)
4. Menghadap papan dengan sikap melompat
5. Menghadap papan dengan sikap lari
6. Membelakangi papan dengan sikap berhenti
7. Membelakangi papan dengan sikap melompat
Cara berputar (Pivot)
Memutar badan dengan salah satu kaki menjadi as/poros putaran (setelah kita menerima bola).
a. pivot kemudian dribble (membawa bola)
b. pivot kemudianpassing (melempar bola)
c. pivot kemudian shooting (menembakan bola)
Olah kaki atau gerakan kaki (foot work)
Keterampilan penguasaan gerak kaki di dalam hal :
a. dapat melakukan start dengan cepat dan berhenti dengan segera tanpa kehilangan keseimbangan
b. cepat mengubah arahgerak baik dalam pertahanan maupun dalam penyerangan.
Menggiring bola dapat dibagi dua :
a. menggiring bola tinggi, gunannya untuk memperoleh posisi mendekati basket lawan.
b. Menggiring bola rendah, gunanya untuk menyusup dan mengacaukan pertahanan lawan, dan menggiring bola dalam menghadapi lawan.


Marginalisasi Kehidupan Nelayan Tradisonal

Pendahuluan

Menyebut nelayan khususnya nelayan tradisional, orang akan selalu menghubungkannya dengan kehidupan yang serba susah, hidup pas-pasan. Atau kalau menurut istilah orang di daerah Saya yaitu Tanjung Balai Asahan "Hidup segan mati tak mau". Demikianlah gambaran yang di berikan oleh orang untuk menggambarkan betapa miskinnya kehidupan nelayan tradisional. Dan secara realitas, memang kondisi kehidupan nelayan khususnya nelayan tradisional memang miskin. Gambaran ini nampaknya sangat kontradiksi dengan potensi pesisir dan laut Indonesia yang begitu besar, laut Indonesia termasuk yang paling luas di dunia. Dengan keluasan, yang sudah termasuk wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) diperkirakan kurang lebih 5,8 juta kilometer dengan panjang garis pantai seluruhnya 80,790 kilometer atau 14 % panjang garis pantai di dunia. Namun anehnya nelayan khususnya nelayan tradisional kita tetap miskin. Bahkan bisa di katakan nelayan adalah kelompok masyarakat yang paling miskin dari pada petani atau pengrajin (Mubyarto dkk, 1984: 16). Dan jumlah nelayan yang berada dalam garis kemiskinan ini, sangat besar. Sebagai perbandingan menurut sensus penduduk tahun 1981 ada sekitar 1,4 juta orang penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi nelayan (Haeruman, 1987:2). Jumlah tersebut bisa jadi lebih besar lagi, mengingat selama ini data statistik yang dikeluarkan oleh pemerintah rejim orde baru lebih banyak manipulatif. Tetapi sebagai perbandingan sementara data statistik tersebut bisa di pakai. Khusus di 5umatera Utara, jumlah nelayan tradisional cukup besar.
Tentu menjadi pertanyaan, mengapa nelayan kita tetap miskin, sedangkan potensi pesisir dan kelautan Indonesia cukup besar? Apakah karena memang takdir mereka miskin, malas, atau karena teknologi yang mereka pakai begitu sederhana seperti yang sering dilontarkan oleh berbagai pemilik modal? Atau jangan-jangan kemiskinan yang mereka alami disebabkan oleh adanya persoalan lain?
Untuk menjawab pertanyaan diatas tersebut, ada beberapa analisis yang dikemukakanoleh para ahli. Diantaranya menyatakan bahwa kemiskinan nelayan disebabkanoleh akibat kekurangan modal, penggunaan teknologi yang rendah, terikat dengan daratan, tantangan alam yang besar, hubungan patron client di antara pelaku produksi, kebiasaan pembagian produksi, bantuan kredit yang relatif kecil dan lain sebagainya(Tjondronegoro, 1987:56-57). Ada pula yang menyatakan bahwa nelayan miskin karena “pemakaian” alat tangkap yang begitu sederhana. Dan masih banyak lagi analisis yang di kemukakan oleh berbagai kalangan ahli untuk melihat kemiskinan yang di alami oleh nelayan sesuai dengan sudut pandang ilmu yang dikuasainya.
Dengan analisis yang diberikan oleh berbagai kalangan ahli tersebut, apakah sudah menjawab kemiskinan yang dialami oleh nelayan khususnya nelayan tradisional? Ternyata analisis tersebut menurut belum menjawab secara komprehensif persoalan kemiskinan yang dialami oleh nelayan tradisional. Karena analisis yang diberikan oleh berbagai kalangan tersebut, lebih diletakkan pada persoalan ekonomi semata.
Sementara kemiskinan yang dialami oleh nelayan tradisional tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi semata. Tetapi juga harus dilihat pada kebijakan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh rejim Orde Baru selama 32 tahun. Dengan kata lain ingin disebutkan bahwa kemiskinan yang dialami oleh nelayan tradisional saat ini mempunyai hubungan langsung dengan sistem pengelolaan negara yang begitu otoriter dan sifatnya yang militeristik oleh rejim Orde Baru. Atas dasar tersebut, bisa dinyatakan bahwa nelayan khususnya nelayan tradisional sebenarnya mengalami proses marginalisasi, dimana pelaku utamanya adalah negara (state) dan pemerintah.
Kemiskinan yang dialami Oleh nelayan khususnya nelayan tradisional berada dalamtataran sistem pengelolaan negara secara menyeluruh dengan sistemnya yang otoriter dan refresif yang mempunyai hubungan pada tiga atas persoalan yaitu struktur pengelolaan pesisir dan laut, persoalan kebijakan pengelolaan pesisir dan laut, serta budaya pengelolaan pesisir dan laut yang dibangun oleh pemerintah sebelumnya.

Marginalisasi hak-hak Nelayan Tradisional
Setidaknya proses marginalisasi yang dialami oleh nelayan tradisional bisa dilihat pada beberapa hal antara lain; Pertama, struktur pengelolaan pembangunan pesisir dan laut yang di bangun oleh rejim Orde Baru selama 32 tahun lebih bersifat terpusat atau top .down dan sifatnya coersive. Misalnya dalam penentuan pelaksanaan pembangunan pesisir dan laut lebih ditentukan oleh pemerintah tanpa pernah melibatkan nelayan khususnya nelayan tradisional.Kemudian pemberangusan struktur adat masyarakat pesisir pantai seperti perubahan istilah “kampung” menjadi “desa". oleh nelayan tradisional cukup besar.
Kedua, selama 32 tahun dengan orientasi pencapaian tingkat pertumbuhan yang tinggi, nelayan tradisional selalu dijadikan objek bukan subyek dari sebuah pembangunan.Salah satu bentuk konkrit yang dilakukan oleh rejim Orde Baru hádala melaksanakan kebijakan motorisasi di bidang teknologi penangkapan ikan sebagai bagian dari kebijakan revolusi hijau yang salah satunya adalah pemakaian alat tangkaptrawl atau pukat harimau. Ketika itu pemerintah beranggapan dengan adanya motorisasi alat tangkap kepada nelayan tradisional, diharapkan kehidupan ekonominya meningkat. Tetapi apa yang terjadi kemudian? Trawl atau pukat harimau yang disalurkan melalui kredit oleh pemerintah ternyata lebih dikuasai oleh para tengkulak atau pemilik modal. Dan yang lebih memprihatinkan alat tangkap trawl ternyata mendorong terjadinya kerusakan ekosistem dasar laut; terjadi penangkapan ikan yang overfishing (berlebihan), monopoli distribusi pemasaran hasil oleh para tengkulak dan sebagainya.
Hasil dari warisan kebijakan motorisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut laut disekitarnya atau istilahnya lebih dikenal dengan community property (milik masyarakat) atau dalam istilah lain di sebut laut adat atau TURF (teritorial Use Rights in Marine Fisheries) menjadi hilang ketika berhadapan dengan konsep common property (milik bersama) yang diartikan "bahwa setiap orang di benarkan untuk menikmati hasil lautan". Konsep ini ternyata melahirkan berbagai konsekuensi antara lain; overfishing (penangkapan ikan yang berlebihan) melewati maximum sustainablle yield (MSY) yang dilakukan oleh para pengusaha.
Ketiga, dalam pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh rejim Orde Baru selama ini, pendekatan yang selalu dipakai adalah pendekatan ekonomi. Ada banyak contoh yang memperlihatkan pelaksanaan pembangunan pesisir dan kelautan oleh pemerintah sebelumnya dilakukan dalam rangka meningkatkan devisa negara tanpa memperhitungkan kondisi kehidupan nelayan tradisional.
Keempat, selanjutnya dalam konteks politik, hak-hak nelayan tradisional untuk mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul seperti golongan marginal lainnya juga terjadi. Selama 32 tahun rejim Orde Baru melakukan upaya penutupan ruang nelayan tradisional untuk menjalankan hak-hak politiknya. Stigmatisasi dan labelisasi anti Pancasila, anti stabilitas nasional dan anti Pembangunan serta bahaya laten komunis begitu efektif menekan hak-hak politik mereka. Misalnya saja pewadahtunggalan organisasi nelayan dengan mengakui bahwa HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) adalah organisasi resmi yang diakui pemerintah. Selain HNSI, pemerintah melarang lahirnya organisasi lain yang sejenis.
Kelima, dalam perangkat peraturan, hak-hak nelayan tradisional ternyata juga tidak banyak dibicarakan. Misalnya di dalam UU Perikanan, no 9 tahun 1985 tidak jelas secara eksplisit tentang hak-hak nelayan tradisional. Hak mereka untuk mengawasi dan mengelola lautan seperti yang selama ini mereka lakukan ternyata tidak mendapat pengakuan secara jelas di Undang-Undang Perikanan. Bahkan peraturan yang ada ternyata lebih besar keberpihakannya kepada pengusaha.

Menghapuskan Proses Marginalisasi
Melalui paparan di atas, sudah saatnya pemerintah menghapus proses marginalisasi yang dialami oleh nelayan tradisional. Setidaknya pemerintah Abdurahman Wahid harus melakukan beberapa langkah: pertama, mengupayakan adanya perlindungan terhadap nelayan tradisional secara eskplisit dan tegas. Maksudnya mereka dijamin dan dilindungi untuk mengelola, merencanakan, memanfaatkan hasil lautan sebesar-besarnya maupun dalam mendistribusikan hasil tangkapannya. Salah satu bentuk konkrit dari terimplementasinya jaminan dan perlindungan tersebut hádala dengan melahirkan UU tentang perlindungan terhadap usaha ekonomi nelayan tradisional.
Kedua, adanya jaminan dan perlindungan pemakaian alat tangkap yang mereka pakai. Baik itu pemakaian teknologi yang sederhana maupun pemakaian teknologi yang merupakan perpaduan antara sederhana dan modern atau disebut teknologi tepat guna. Dengan kata lain, perlu secara eksplisit ditegaskan upaya untuk melindungi pemakaian alat tangkap sederhana yang dipakai oleh nelayan tradisional. Ada contoh keberhasilan yaitu negara-negara Amerika Latin seperti Equador berhasil memadukan alat tangkap ikan yang sederhana dan modern menjadi ramah lingkungan (Environment - friendly) dan memastikan sustainability (berkelanjutan). Bentuk konkrit dari jaminan dan perlindungan ini yaitu adanya UU tentang alat tangkap, dimana didalamnya menjamin pemakaian terhadap teknologi penangkap ikan yang sederhana maupun yang tepat guna.
Ketiga, Adanya jaminan dan perlindungan terhadap community property rights (Hak Bersama Masyarakat) nelayan tradisional. Bentuk konkrit yaitu adanya UU yang mengatur secara tegas tentang community property atau Hak Laut Adat atau TURF. UU ini bisa dalam bentuk yang baru atau memodifikasi UU yang lama seperti UU Perikanan no 9 tahun 1985. Tentang Hak Bersama Masyarakat, ini sebenarnya punya kaitan yang erat juga dengan program landreform. Keempat, mengganti pendekatan dari pendekatan Ekonomi kependekatan pesisir dan laut yang berwawasan lingkungan. Dengan kata lain, pendekatan ini harus berorientasi pada upaya penyelamatan, dan pengelolaan lingkungan laut yang berkelanjutan. Serta memberikan peran utama pada nelayan khususnya nelayan tradisional untuk merencanakan, mengembangkan, memanfaatkan secara ekonomi serta membangun kawasan pesisir dan laut.
Kelima, mengganti cara pandang yang selama ini berbasis daratan menjadi berbasis pesisir dan kelautan. Dengan kata lain persoalan pembangunan pesisir dan kelautan tidak lagi dilihat dari sisi pandang kebutuhan di darat tetapi lebih berorientasi pada kebutuhan yang ada di sekitar pesisir dan kelautan tersebut. Keenam, reformasi berbagai peraturan yang selama ini tidak berpihak pada nelayan tradisional. Ada banyak contoh peraturan yang harus direvisi ulang dan kalau perlu diubah seperti UU no 9 tentang Perikanan. UU no 22 tahun 1999 Ketujuh, menghidupkan kembali institusi adat yang selama pemerintah rejim Orde Baru dihapuskan dengan lahirnya UU no 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa.
Ketujuh point yang disebutkan di atas, nampaknya sangat mendesak untuk dilakukan oleh pemerintah yang akan datang, Dengan kata lain, pemerintah yang akan datang mau tak mau harus melakukan reformasi baik itu structure of the law (struktur dari kebijakan), culture of the law (budaya kebijakan yang berkembang) maupun contents of the law (isi dari kebijakan) di bidang perikanan dan kelautan. Tujuannya jelas, adalah untuk menempatkan kembali nelayan tradisional sebagai pelaku subjek di bidang kelautan dan perikanan. Dan yang lebih penting adalah meningkatkan posisi tawar nelayan tradisional dalam rangka menjamin keberlangsungan kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga mereka tidak lagi menjadi kelompok masyarakat yang marginal.

penutup
Bergerak dari paparan tersebut, perlu digarisbawahi bahwa nelayan tradisional, adalah bagian dari rakyat Indonesia yang juga mempunyai hak untuk menentukan keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara. Atas dasar itu, sebagai bagian dari rakyat maka sudah sepantasnya hak-hak nelayan tradisional dijamin dan dilindungi oleh negara maupun pemerintah.

Minggu, 31 Juli 2011

Falsafah Shalat Lima Waktu



Apa sebenarnya makna dari shalat lima waktu? Shalat lima waktu sebenarnya merupakan gambaran dari berbagai kondisi kita yang berbeda-beda sepanjang hari. Kita melewati lima tahapan kondisi pada saat sedang mengalami musibah dan fitrat alamiah kita menuntut bahwa kita harus melewatinya. Pertama, adalah ketika kita mendapat gambaran bahwa kita akan menghadapi musibah. Sebagai contoh, bayangkan ada surat panggilan bagi kita untuk menghadap ke suatu pengadilan. Kondisi pertama ini akan langsung meruyak rasa ketenangan dan keteduhan kita. Kondisi seperti menerima surat panggilan pengadilan ini mirip dengan saat ketika matahari mulai menggelincir. Sejalan dengan kondisi keruhanian tersebut ditetapkanlah shalat Dhuhur yaitu ketika matahari mulai menggelincir.

Kita mengalami kondisi kedua ketika kita sepertinya mendekat kepada tempat musibah terjadi. Sebagai contoh, setelah ditahan berdasar surat panggilan, tiba waktunya kita diajukan ke hadapan hakim. Pada saat demikian kita merasakan kegalauan perasaan dan beranggapan bahwa semua rasa keamanan telah meninggalkan diri kita. Kondisi seperti itu mirip dengan keadaan ketika sinar matahari mulai suram dan manusia bisa melihat matahari secara langsung serta menyadari bahwa sebentar lagi matahari itu akan terbenam. Sejalan dengan kondisi keruhanian seperti itu maka ditetapkanlah shalat Ashar.

Kondisi ketiga adalah keadaan ketika kita merasa kehilangan segala harapan memperoleh keselamatan dari musibah. Sebagai contoh, setelah mencatat bukti-bukti tuntutan yang akan membawa kehancuran diri kita, kita didakwa dengan bentuk pelanggaran dimana telah disiapkan surat dakwaan. Pada saat demikian, kita merasa sepertinya kehilangan semua indera dan mulai berfikir menganggap diri sebagai narapidana. Kondisi seperti itu mirip dengan saat ketika matahari terbenam dan harapan melihat terang hari sudah pupus karenanya. Diperintahkanlah shalat Maghrib yang sejalan dengan kondisi keruhanian demikian.

Kondisi keempat adalah ketika kita ditimpa musibah secara langsung dimana kegelapannya yang kelam telah menyelimuti diri kita. Sebagai contoh, setelah pembacaan bukti-bukti maka kita sepertinya lalu divonis dan diserahkan untuk dipenjarakan. Kondisi seperti itu mirip dengan keadaan malam ketika semuanya diselimuti kegelapan yang kelam. Untuk kondisi keruhanian seperti itu ditetapkanlah shalat Isya.

Setelah menghabiskan satu kurun waktu dalam kegelapan dan penderitaan, datanglah rahmat Ilahi yang meluap mengemuka dan menyelamatkan kita dari kegelapan dengan datangnya fajar yang menggantikan kegelapan malam dimana sinar pagi mulai muncul. Shalat Subuh ditetapkan untuk kondisi keruhanian seperti itu.

Berdasarkan kelima kondisi yang berubah terus tersebut maka Allah s.w.t. telah mengatur shalat lima waktu bagi kita. Dengan demikian kita bisa memahami bahwa shalat tersebut diatur waktunya bagi kemaslahatan kalbu kita sendiri. Bila kita menginginkan keselamatan dari segala musibah, janganlah kita sampai mengabaikan shalat lima waktu karena semua itu merupakan refleksi dari kondisi internal dan keruhanian kita. Shalat merupakan obat penawar bagi segala musibah yang mungkin mengancam. Kita tidak pernah mengetahui keadaan bagaimana yang dibawa oleh hari berikutnya. Karena itu sebelum awal hari, mohonlah kepada Tuhan kita yang Maha Abadi agar hari tersebut menjadi sumber kemaslahatan dan keberkatan bagi kita.